Perempuan - Berbicara mengenai perempuan, memang seperti tidak ada habisnya untuk selalu menjadi sebuah topik terhangat baik untuk berdiskusi ataupun menjadi sebuah sasaran empuk terhadap apapun.
Terkadang aku merasa bahwa bahasan mengenai perempuan itu sangat amatlah sensitif. Menjadi manusia yang paling di highlight dalam setiap gerak-geriknya dan aku tetap pada keyakinan dan kepercayaan dari agamaku untuk bagaimana seorang perempuan itu melakukan kehidupannya.
Walau, sudah pasti ada pihak-pihka yang banyak menentang dari segi ketidakbebasan dan merasa wanita itu berada di bawah pihak laki-laki, padahal faktanya untuk mencapai kesejahteraan ini, perempuan sudah berada pada level yang setara dan sama dengan laki-laki.
Pengalaman sebagai wanita dewasa yang galau antara karier publik dan domestik
(source: pexels.com) |
Alhamdulillah disetiap kesempatan aku selalu berdiskusi dengan mamahku yang aku syukuri juga mampu memberikan pendidikan yang terbaik untuk putra-putrinya tidak hanya dalam hal akademis saja, namun pada pemahaman tentang hidup terutama bagaimana perempuan itu.
Sejak lahir hingga dewasa aku memiliki keadaan yang selalu berpindah-pindah lokasi domisili sehingga cukup membuka beberapa wawasan aku mengenai banyaknya perempuan-perempuan yang tidak bisa menikmati hidupnya karena ketidakbebasan yang mereka utarakan.
Seperti contohnya, ketika aku memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan buruh (bukan kantoran ya, karena aku bekerja di meja produksi) yang mana aku inginkan kesejahteraan tidak hanya secara material saja, sebagai wanita yang sudah menikah aku mengutamakan seorang kehadiran anak yang aku dambakan dimana aku inginkan untuk dapat mengurus dan membesarkannya dengan sentuhan dari diri aku sendiri.
Meyakini bahwa perempuan era digital bisa berdaya walau tidak bekerja kantoran 5-5 (pagi sore)
Kenapa hal ini menjadi pilihan besar untukku? Karena banyak sekali yang menyayangkan ijazah aku yang aku dapatkan semasa kuliah serta keuangan keluargaku yang telah menguliahkan anaknya kini hanya berdiam diri di rumah saja, tidak memiliki karier di ranah publik. Pengalaman merupakan guru terbaikku, dengan pernah miliki sebuah masa lalu yang kurang baik, dimana aku diperlakukan tidak semestinya oleh ART saat di Ternate dulu, membuat aku merasa bahwa anak harus aku pegang sendiri.
Sehingga ya sampai saat ini, masih ada saja kemelut yang memang harus aku terima sendiri atas pilihanku memutuskan untuk tidak berkarier pada ranah publik dan memanfaatkan pada ranah domestik ini dengan sebaik-baiknya dan tidak hanya berdiam diri pada urusaan Sumur, Dapur, Kasur.
Sempit sekali jika berkarier pada ranah domestik dan berjibaku dengan ketiga hal tersebut saja, karena pada era kecanggihan tekonologi sekarang ini perempuan bisa dengan sangat berdaya tanpa meninggalkan perannya sebagai ibu, madrasah pertama anak-anaknya.
Pemahaman mengenai apa itu kodrat pada perempuan
(Narasumber dalam VIVATALK, Perempuan Berdaya Indonesia Maju. Dokpri) |
Bergembiralah hatiku ketika mendapati undangan dalam talkshow bersama VIVATALK mengenai perempuan berdaya Indonesia maju yang menitikberatkan perempuan di era digital yang dimoderatori oleh Anna Thealita (News Anchor TV One).
Agar tidak lagi ada stigma-stigma yang membuat perempuan hidup dalam ketidakberdayaan, selalu menjadi pihak yang terasa seperti tidak di support, padahal ketika perempuan itu mampu berdaya, bersaing secara baik sesuai dengan apa yang menjadi minat dan bakatnya, sebuah negara dan bangsa insya Allah akan maju karena aku yakin, kita lahir dari seorang ibu dan ibu itu adalah perempuan.
(Bapak Indragunawan, perwakilan dari KPPA. Dokpri) |
Banyak stigma yang kurang baik dalam peran perempuan dalam memberdayakan dirinya.
Perempuan perannya sebagai seorang ibu, diharapakan dapat untuk terus mengembangkan dirinya menjadi versi terbaik untuk diri keluarga dan negaranya. Kehadiran ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati (Menteri Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak) diwakili oleh Bapak Indragunawan, perwakilan dari KPPA yang mengatakan tagline ini juga yang dipakai dalam hari Ibu, sebagai awal dalam publikasi tentang hari ibu yang diperingati pada 91 tahun ini.
Lalu Bapak Indragunawan juga menyampaikan dalam ekonomi mikro, pelakunya adalah perempuan dan yang dibidik adalah ekonomi makro, sehingga keikutsertaan ini tak terlihat pada peran perempuan. Angka 12 triliun USD peningkatan PDB (domestic bruto) dari segi peran perempuan ini menjadi bukti kuat bahwa perempuan bisa berdaya lho.
( Eko Bambang Subiantoro, Chief of Research at Polmark dan Aliansi Laki-Laki Baru. Dokpri) |
Bersama bapak Eko Bambang Subiantoro (Chief of Research at Polmark dan Aliansi Laki-Laki Baru) menyampaikan bagaimana peran gender yang sering diskreditkan bahwa wanita tidak memiliki peran dalam kemajuan serta pembangunan bangsa. Yang harus kita ketahui bahwa kodrat yang perempuan miliki adalah haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Selebihnya adalah pada kesetaraan gender, sehingga ketika ada yang mengatakan bahwa anak-anak di rumah tidak ada yang mengurus karena sang ibu ada aktivitas di ranah publik, dan menitikberatkan pada perempuan sebagai ibu tidak bisa seperti itu.
Padahal, sekali lagi, tanggung jawab mengenai pola asuh dan parenting terhadap anak-anak di rumah milik suami dan istri, suami juga ikut berperan serta tidak selalu membuat apa-apa yang berhubungan dengan domsetik itu selalu pihak perempuan.
Dunia bisa melihat saat ini peran perempuan sangat luar biasa dalam kestabilan bangsa dan negara
(Sosok Diajeng Lestari, perempuan berdaya dengan kesuksesan dari Hij Up. Dokpri) |
Saat melihat mba Diajeng Lestari (Founder Hij UP) yang ikut serta hadir dalam VIVATALK ini, aku merasa sangat bersemangat. Apalagi ketika beliau menjelaskan sebuah ayat Al-Qur'an pada surat Al-Baqarah (28) yang dapat disimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan miliki kesetaraan yang sama diluar dari kodrat yang sudah kita ketahui bersama tadi serta tak lupa sharing story bagaimana pada awalnya mengembangkan Hij Up bisa sebesar seperti saat ini sebagai modest fashion muslimah yang telah masuk pada ranah internasional.
Dan bersamaan dengan kehadiran mba Diajeng, ada ibu Dr. Sri Danti Anwar (Pakar Gender) yang semakin membuka pikiran aku mengapa saat ini issue mengenai gender sangat santer sekali, selain daritadi yang difokuskan pada wanita, saat ini kita sadar atau tidak sadar ada area maskulinitas pada pria yang miliki previllage bahwa bukan dari segi fisik (tampan, kekar) yang menjadi kunci kestabilan dalam rumah tangga adalah maskulinitas yang penuh dengan kasih sayang dan tidak kasar.
ibu Sri juga menambahkan apakah di lingkungan menerapkan perspektif tradisional atau setara dalam hal ekonomi.
Sekalipun digital, dalam rumah tangga tidak setara. Bersama pasangan, hambatan kecil, menjadi kesulitan wanita untuk maju. So, aku semakin yakin bahwa perempuan dan bisa berdaya itu besar sekali peluangnya saat ini dimana teknologi sedang berkembang pesat, yuk semangat para perempuan Indonesia!
Stigma perempuan sekolah tinggi namun hanya jadi IRT seolah sia2 masih banyak terjadi yah.
BalasHapusPadahal anak yang diasuh ibunya yang S3 lebih baik dibanding yang diasuh art yang misalnya (maaf) pendidikannya hanya sampai SD atau SMp
Waah aku baru tau kalau ada sebuah ayat Al-Qur'an pada surat Al-Baqarah (28) yang kesimpulannya seperti itu.
BalasHapusEmang yaa budaya patriarki ini sebaiknya dilawan, yg biasanya merendahkan perempuan ituu.
Kalau balik ke judul, hm, perempuan nggak hanya soal pertempuran sih. Berarti lebih ke kerja sama yang baik dan kontribusi oke. Bahkan, sesama perempuan juga harus saling mendukung supaya tidak ada lagi omongan "Banyak sekali yang menyayangkan ijazah aku yang aku dapatkan semasa kuliah serta keuangan keluargaku yang telah menguliahkan anaknya kini hanya berdiam diri di rumah saja, tidak memiliki karier di ranah publik."
BalasHapusYuk saling mendukung dan menghargai peran masing-masing :)