(Saat berada di Beka Resto untuk membicarakan mencegah kebakaran gambut di Indonesia. Dokpri) |
Kemarin itu aku beruntung banget bisa hadir di acaranya restorasi gambut, yang mana hadir juga beberapa pakar dan ahli yang expert pada bidangnya untuk sambil berdiskusi menuju sebuah benang merah bagaimana menanggulangi kebakaran dari hutan gambut di Indonesia ini.
Fenomena terjadinya kebakaran hutan dan juga lahan gambut
Melihat kejadian dari kebakaran hutan yang menimpa di akhir dan juga awal tahun 2020 di negara tetangga, Australia, membuat hati siapa pun ikut miris, pasalnya banyak sekali hewan-hewan yang tewas secara cuma-cuma dari kebakaran hutan ini dan menjadi sebuah bencana besar di awal tahun 2020.
Tidak hanya Australia yang memiliki potensi akan kebakaaran hutan ini, negara kita, tidak jauh-jauh dari tahun 2019, setiap tahunnya ada saja pemberitaan yang mengabarkan bahwa baru saja terjadi kebakaran hutan terutama kebakaran hutan gambut yang menjadi sebuah bencana luar biasa pada suatu daerah dan bisa berdampak buruk bagi wilayahnya terutama Indonesia ini.
Tahun 2019 adalah tahun terpanas kedua sepanjang sejarah (potensi kebakaran)
(bersama para narasumber expert dalam mencegah kebakaran hutan gambut di Indonesia. Dokpri) |
Menelisik apa yang terjadi pada tahun 2019, kita sama-sama tau ada bencana yang cukup luar biasa bagi masyarakat Riau dan sekitarnya bahkan memberikan paparan untuk negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan juga Brunei terkait paparan asap akibat kebakaran lahan gambut.
Menjadi sebuah headline, karena kebakaran gambut adalah kebakaran yang serius yang tidak bisa padam begitu saja. Dan melalui sharing bersama bapak Nazir Foead (Kepala Badan Restorasi Gambut, BRG) yang mengatakan bahwa terjadinya kebakaran hutan dan juga lahan gambut itu terjadi pada 2 keadaan (fase) yaitu terbakar di permukaan atas gambut itu sendiri dan fase kedua adalah levelnya menurun kebawah dan itu yang sulit padam (seperti sekam).
Ditambah, yang perlu kita ketahui bersama, bahwa gambut adalah lahan basah yang terbentuk dari timbunan material organik yang berasal dari fosil tumbuhan atau hewan terjadi selama ribuan tahun dan menumpuk sehingga membentuk endapan. Memang pada umumnya gambut ini ditemukan pada sebuah areal rawa.
Gambut sendiri terbentuk karena bumi menghangat sekitar tahun 9.600 SM (sebelum masehi) yang disebut sebagai gambut pedalaman. Kandungan mineral dan juga karbon dari gambut itu sendiri adalah 2x nya dari areal tanah mineral pada umumnya di dunia ini. Sehingga, ketika dilakukan pembakaran dari lahan gambut, maka kandungan karbon akan terlepas ke udara dan menjadi Efek Rumah Kaca.
Mencegah kebakaran gambut, jangan cuma jargon saja!
Bahasan semakin menarik, ketika menelisik pada pokok utama pembicaraan mengenai apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan oleh BRG ini untuk mencegah kebakaran gambut yang tentu tidak bisa sendirian melakukannya.
Perlu ada stakeholder yang bersinergi bersama seluruh lapisan masyarakat di Indonesia untuk mengerti bahwa berdasarkan penjelasan dari Prof. Bambang Hero Saharjo (Guru Besar Kehutanan IPB) mengatakan bahwa ada 2 hal yang menyebabkan lahan gambut itu bisa terbakar. Pertama adalah dari erupsi gunung merapi dan terkena sambaran petir.
Ketika lahan gambut di telisik jauh dari kawasan gunung merapi dan juga terjadi pada musim kemarau panjang (yang tentu sudah jelas tidak terjadi hujan ataupun petir yang menyambar). Oleh sebab itu, sudah dipastikan lahan gambut terbakar adalah karena dibakar.
Ketika terjadi kebakaran lahan dan hutan gambut, maka bukan hanya asap biasa saja yang kita hirup. Ada berbagai macam jenis senyawa yang menjadi gas beracun dan juga bermega ton kadungan karbondioksida dalam partikel asap tersebut jika diakumulasikan.
Menghadirkan Kanal Blocking dan Demplot sebagai langkah cegah kebakaran gambut
(bersama ibu Theti yang sungguh menginspirasi dalam mencegah kebakaran lahan gambut. Dokpri) |
Hadir mba Lola Abbas (Koordinator Nasional Pantau Gambut) yang mana Pantau Gambut merupakan sebuah platform daring yang menyediakan akses terhadap informasi mengenai perkembangan kegiatan dan juga komitmen restorasi dari ekosistem gambut yang dilakukan oleh segenap stakeholder pada bidang tersebut.
Dan juga sangat senang ketika kehadiran dari Ibu Theti N.A (Petani Kalteng) yang membagikan mengenai Demplot (Demontration Pot) adalah sebuah metode penyuluhan kepada para petani untuk dapat membuat lahan percontohan agar petani dapat melihat dan mendemonstrasikan objek yang dijadikan lahan percontohan tersebut.
Jadi ibu Theti melakukan Demplot pada tanah gambut yang perlu diolah, tapi tidak dengan melakukan pembakaran. Karena menurut cerita beliau siang hari itu di Beka Resto, bahwa kegiatan membakar dari lahan gambut sebelum dilakukan penyemaian (untuk ditanam) akan membuat tanah tersebut menjadi subur, berkat abu sisa dari pembakaran itu.
Ironi, ketika mereka melakukan hal tersebut untuk menyuburkan hasil pertanian mereka namun petaka datang di tahun 2015 yang mana kebakaran lahan gambut ini yang dirasakan ibu Theti sungguh menyiksa dan ia tidak ingin lagi mengulangi apa yang sudah kejadian di 2015.
Sehingga, metode demplot ini dirasa berhasil dan perlahan masyarakat mengikuti jejaknya dan para ibu rumah tangga menjadi tambah produktif dan tentu bisa memberikan penghasilan dari semua hasil pertanian dengan metode demplot ini.
Lalu kehadiran kanal blocking seperti yang disampaikan oleh bapak Farid dengan diberikan tanggapan oleh Prof. Bambang bahwa bukan saatnya lagi untuk menanggulangi (saat kejadian), seharusnya sudah pada step mencegah agar tidak tejadinya kebakaran lahan gambut di Indonesia dengan mengawasi kapasitas dari kanal block yang telah terisi air.
Sehingga, ketika musim hujan tidak menimbulkan kebanjiran, dan saat kemarau untuk sangat diperlukan, sudah ada berupa tampungan ini yang mengalami kekeringan karena tidak diawasi dengan baik dan cermat.
Dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah mencegah kebakaran lahan gambut itu adalah dengan melakukan audit kepatuhan pengendalian karhutla kepada pelaku usaha, lakukan audit kanal block yang katanya sudah dilakukan restorasi secara bolak balik, dan tanamkan bahwa pencegahan itu bukan jargon bela lagi. Semoga Indonesiaku ini tetap aman, dan segera terselesaikan dengan masalah kebakaran lahan gambut ini.
sedih sekali hutan di Indonesia sudah beralih fungsi lahan. Padahal masa depan kita tergantung dengan kondisi alam yang seharusnya kita jaga. skrenario kebakaran hutan yang sepertinya seperti angin lalu dan hukum yang tidak tegas kepada pelaku usaha yang sengaja membakar hutan untuk kepentingan sendiri. saya harap dengan adanya penyuluhan restorasi lahan gambut ini bisa membuat masyarakat lebih peduli terhadap hutan.
BalasHapusWawhh.. ada efek global warming juga ya, gak nyangka tahun 2019, tahun terpanas kedua sepanjang tahun. Semoga gak ada kebakaram lahan gambut lagi ya.
BalasHapusJaga alam jaga hutan. Pelajaran berharga kebakaran hutan di Indonesia dan terkahir di negara kangguru Australia harus benar benar dijalankan SOP nya dalam pengendalian kebakaran lahan gambut dan atau hutan.
BalasHapusTulisan yang bagus sekali Mba. Yang penting ada langkah2 untuk menghadapi kebakaran ya mba. Di Australia setiap tahun bulan Desember, ada kebakaran hutan tapi memang tidak sebesar kemarin.
BalasHapussebenarnya pencegahan kebakaran hutan sudah disosialisasikan Pemerintah sih
BalasHapusSayangnya masih banyak pengusaha nakal yang pilih jalan cepat untuk membuka lahan
Nah pentingnya peran Kepolisian yah di sini, pengawasan
Semoga tidak ada lagi kebakaran hutan, jadi sedih setiap kali ada saudara-saudara kita yang langsung terkena dampaknya.
BalasHapusSuka sedih di dekat rumahku lahan kebun dan sawah diratakan jadi perumahan (yg belum jadi juga sampai sekarang) dampaknya bikin banjir jalan utama dan bikin cuaca makin panas..
BalasHapusSerunyam itu ya tanah gambut saat terbakar. Efeknya itu lho yang membuat orang susah nafas. Perlu kesadaran bersama bagaimana mengelola lahan gambut, dijaga baik-baik jangan sampai terbakar. Yang kebangetan klo ada yang bakar itu.. Duh!
BalasHapusMencegah lebih baik daripada mengobati, ini ungkapan yang benar banget sih kak, terutama soal kebakaran hutan ini, sebagai orang yg besar di Kalimantan, aku juga merasakan bagaimana kebakaran ini sangat mengganggu dan bikin resah, semoga ke depannya kita bisa ikut berpartisipasi dalam pencegahan, bukan hanya pemadaman
BalasHapusIya, kita nggak perlu jargon lagi. Udah kebanyakan jargon tanpa tindakan.
BalasHapusIni semoga ke depannya nggak ada lagi kebakaran (atau pembakaran) lahan gambut ya.
Pembakaran hutan yang dilakukan oleh manusia merusak mata rantai ekosistem ya. harusnya tidak perlu dibakar segala gitu untuk membuka lahan. Peran lahan gambut yang mengikat air jadi hilang kan kalau dibakar.
BalasHapusGa nyangka klo tahun 2019 ternyata tahun terpanas kedua. Baru tau aku malahan. Pembakaran hutan emang ngaruh sihh. Jadi inget tahun kemaren berita kebakaran dimana2
BalasHapusapapun yang terbaik untuk mencegah kebakaran harus dilakukan yah.. apalagi kalau sudah pernah terjadi kebakaran.
BalasHapusSedih kalau lihat berita daerah terkena kebakaran.. duh lama gitu padamnya ..malah semakin meluas. Semoga dengan langkah-langkah pencegahan bisa mengurangi dampak kebakaran yah
BalasHapusSedih banget kemarin kemarin sempat rame kebakaran hutan akibat lahan gambut ini ya, semoga info ini makin banyak yg tahu ya
BalasHapusEfek kebakaran hutan ini terasa sekali ya, Mbak. Kita sebagai yang tinggal di tempat yang jauh dari hutan juga semestinya rajin nanem pohon meakipin di pot.
BalasHapusSempet rame nih mengenai kebakaran hutan kemaren dan berakibat lahan gambut.
BalasHapusWah,judulnya mau buka lahan,tapi malah ngancyrin ekosistem yak.
BalasHapus