(My Super Power, It's My Self. Dokpri) |
Tiba-tiba terpikir bahwa proses dari Ibu yang mengandung 9 bulan sampai ia melahirkan seseorang, sudah dibuktikan bahwa seseorang itulah pemenangnya. Begitu juga aku, perasaan diri yang menganggap bahwa hanya remahan rangginang atau butiran debu, aku maknai bahwa aku lagi butuh asupan tambahan ilmu.
Artinya aku sedang berada dalam zona nyaman yang lama kelamaan membuat diri ini terbuai dalam kenyamanan. Sehingga ketika menemukan pencapaian orang lain yang lebih hebat, lebih meriah, lebih luar biasa, artinya ada hal-hal berupa potensi diriku yang terkubur dan belum tergali dengan baik.
Aku adalah pemenangnya
Rasanya ngga adil ya, kalau bentuk rasa bersyukur atas nikmat kita hidup belum sampai kepada tahap sadar akan potensi diri sendiri. Melalui renungan dan juga wisata masa lalu akan perjalanan hidup yang kemarin sudah dilalui, ini waktu yang tepat untuk lebih melihat ke dalam lagi bahwa "aku" adalah hal yang paling berharga dan bernilai.
Pendewasaan dari diri sendiri lah yang pada akhirnya mendapatkan titik-titik temu bahwa "aku" memiliki kelebihan paling aku banggakan dan cintai. Mulai dari perjalanan saat masa-masa sekolah, lalu kuliah dan perjalanan meniti karier.
Baca Juga: Kegalauan yang Tak Pernah Usai
Kalau disebut, aku istimewa, bolehlah aku bilang begitu, karena pada kenyataannya aku adalah pemenang dari ratusan calon-calon janin yang akhirnya sempurna tumbuh dan berkembang dalam perut Ibu selama 9 bulan. Lalu melalui proses persalinan, aku bisa menangis, bisa merasakan dekapan hangat dan suara kedua orang tuaku.
Bersikeras aku selalu mengingatkan diri untuk banyak-banyak ngobrol sama diri sendiri, bisa melalui rutin ngejurnal atau nulis buku diary gitu. Untuk menghargai diri atas semua proses, yang banyak rasa sakitnya namun tetap membuat kita bertumbuh. Ngga ada salahnya kok merasa kurang, tapi jangan sampai kita menyalahkan diri kita sendiri dan berujung jadi kesal atau parahnya benci sama diri sendiri.
Aku orang yang mudah beradaptasi dan fast learner
Semuanya tentu berawal dari bagaimana orang tua mendidik aku. Alhamdulillah, aku sejak kecil sudah dibiasakan untuk melakukan hal-hal yang ada di lingkungan seperti pekerjaan rumah, secara sendiri. Intinya, aku selalu diajarkan untuk melakukan hal yang sebelumnya tidak pernah aku lakukan.
Inget banget dulu pas masih SMP, aku merasa kesal disuruh beberes nyapu ngepel di pagi dan sore hari. Efeknya, sekarang aku baru paham bahwa melakukan pekerjaan rumah seperti itu membuat kita mandiri dan berinisiatif. Padahal aku pas SMP merasa sapu itu terasa kaku aja di tangan, aneh tapi nyata, mungkin karena ya belum terbiasa aja.
Baca Juga: Review Grandys, Yuk!
Tinggal dengan orang tua yang nomaden, berpindah dari Ternate-Karawang-Nganjuk-Malang-Bandung-Tangerang, membuat aku menemukan keunggulan atas diriku. Aku jadi lebih mudah melakukan adaptasi. Saat aku berada di tempat yang baru, bergaul dengan orang-orang yang baru aku kenal, aku lebih mudah untuk bertegur sapa dan bercengkrama.
Proses untuk bisa beradaptasi ini awalnya tentu ngga mudah ya, aku mengalami kendala dalam berbahasa untuk ngobrol sehari-hari. Terbiasa di rumah pakai bahasa Indonesia dan lingkungan rumah bercampur dengan bahasa Sunda karena papah asli Bandung. Namun aku merasa proses itu menjadi sangat berarti karena akhirnya aku mnguasai bahasa Jawa dan bahasa Sunda walaupun yang ngga mahir-mahir banget.
Waktu kuliah di Malang, selama 3 tahun juga aku terbiasa menggunakan bahasa Jawa sehari-hari dalam percakapan. Padahal, rasanya mutahil ya aku nol banget kalau soal bahasa Jawa, yang aku tau ya hanya piye' kabare dan matur suwun, haha. Walaupun logat aku belum "medhok" Jawa Timuran banget, tapi aku bersyukur bisa bahasa daerah. Waktu masih di Ternate, kata mamah, aku juga mahir bahasa Ternate. Karena sekarang ngga pernah dipakai, ya jadi hilang gitu aja haha.
Domisili yang pindah-pindah juga membuat aku mudah bergaul dengan orang asing yang baru pertama bertemu. Lebih ngga terlalu canggung gitu lah, dan jadi paham karakter orang aja, tau harus bersikap mengalah atau lebih mendengarkan dan kapan kita speak up.
Benarmbak, pemenang sesungguhnya adalah diri kita sendiri.
BalasHapusMenentukan diri sebagai pemenang, membuat hidup kita lebih optimis yah
BalasHapus